Gaji Pegawai Pemda Banyumas Sekarang via Tabungan, Kerenkah?

Terhitung mulai bulan Oktober 2012, gaji pegawai pemda Banyumas dilakukan melalui mekanisme tabungan di BPD Jateng. Keren bukan?

Berdasarkan pengamatan sepintas saya, hal seperti ini sebenarnya merupakan hal yang biasa, terutama di era reformasi birokrasi. Pembayaran gaji melalui bank adalah sebuah mekanisme biasa, yang mestinya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Salah satu hal yang mendasarinya adalah untuk meminimalisir kontak antara 2 pihak yang berhubungan dengan uang. Karena kontak seperti ini ditengarai merupakan celah yang memungkinkan untuk terjadinya praktek KKN. Konon begitulah teorinya.

Lantas dimana peran bendahara gaji jika pembayaran gaji melalui bank? Bendahara gaji masih tetap berperan disini. Tetapi hanya dalam posisi melakukan administras saja. Tidak ada uang di bendahara gaji, melainkan hanya catatan saja. Sementara uang secara riil ada di bank dan langsung dimasukkan ke dalam rekening para pegawai pemda. Bank memang merupakan lembaga keuangan dengan sistem yang bagus. Dari sinilah diharapkan praktek KKN itu dapat diminimalisir.

Nah, kembali pada mekanisme pembayaran gaji melalui bank. Sepintas terlihat keren. Apalagi dengan niat yang mulia untuk meminimalisir korupsi. Namun hal yang sepintas terlihat keren ini, jika tidak dibarengi dengan persiapan yang matang, justru akan memunculkan konflik yang dilematis.

'Jargon' birokrasi 'Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?!' justru semakin melekat ketika mekanisme pembayaran gaji melalui bank ini tidak berjalan lancar. Dan celakanya, jargon tersebut ibarat senjata makan tuan.

Padahal hal seperti itu tidak perlu terjadi seandainya persiapan perubahan mekanisme pembayaran gaji ini dilakukan secara matang. Salah satu unit/departemen yang saya tahu telah menerapkan mekanisme ini adalah Kementerian Keuangan.

Kenapa? Karena memang telah dipersiapkan secara matang. Terutama dengan memanfaatkan infrastruktur perbankan yang telah tertata dengan sistem yang sedemikian canggihnya sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh nasabah.

Sementara di Banyumas, kendala yang saya rasakan ketika terjadi perubahan mekanisme pembayaran gaji terutama adalah kemudahan dalam mencairkan gaji yang sekarang dalam bentuk rekening.

Pertama, KPE saya yang juga (katanya) berfungsi sebagai ATM ternyata tidak kompatible. Ok lah, klo untuk masalah ini, mungkin saya yang salah. Karena KPE yang saya punyai dibuat oleh BKN pusat. Kalaupun saya harus komplain, mestinya yang saya komplain adalah BKN. Karena ternyata sistem KPE sangat amat tidak jelas.

Kedua, Administrasi ATM Bank Jateng. Pada saat saya menanyakan masalah KPE kepada CS Bank Jateng, disarankan untuk membuat ATM Bank Jateng dengan biaya administrasi 3.000 per bulan. Atau, kalau mau bebas biaya administrasi, harus membuat surat permintaan pembuatan ATM Bank Jateng melalui instansi. Kenapa tidak sejak awal saja instansi mengkoordinir/membuat surat permintaan tsb? Bukankah itu mempermudah nasabah/pegawai?

Ketiga, Ini merupakan turunan dari masalah ATM. Jika tidak punya ATM, harus mengambil ke teller bank. Wow, bisa anda bayangkan berapa panjang antrian di teller Bank jateng pada tanggal 1 tiap bulannya? Terutama mengingat banyak pegawai pemda yang tidak familiar dengan ATM. Itu belum menghitung yang familiar dengan ATM namun ternyata ATM/KPEnya bermasalah.

Keempat, Sosialisasi. Dari yang saya lihat hari ini, ternyata banyak pegawai yang belum membuat rekening Bank Jateng. tanya kenapa???

Oh ya, mesin ATM Bank Jateng di Banyumas ada berapa banyak ya? Konon katanya bisa juga melalui ATM Bersama dan ATM Prima, tapi kena biaya ga ya?

Itu saja yang bisa saya tuliskan. Itupun belum mencakup efek sosial dan psikologi dari para pegawai. Sekali lagi, mekanisme pembayaran gaji melalui bank memang baik, dan keren tentu saja. Tapi harus dipersiapkan secara matang. Jika tidak, yang akan kita temui bukanlah wajah berbinar para pegawai, tapi hanya kebingungan semata. Seperti yang saya temui hari ini.

how to buy car insurance online

Share on :